Darurat Kekerasan Seksual: Korban Terus Meningkat, Payung Hukum Rapuh
Negara Indonesia mengatur bahwa setiap manusia memiliki hak dan martabat sejak lahir yang kemudian disebut HAM, merujuk Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999, Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hakikat nan melekat dalam diri termasuk keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (YME) dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia yang kemudian bersifat universal berdasar ideologi negara, Pancasila.
Penegakan HAM untuk melindungi korban kekerasan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak anak dalam bentuk apa pun termasuk pelecehan seksual membuat sejumlah lintas organisasi bersuara, berkampanye dalam bentuk yang berbeda dalam merealisasikan 16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Berbasis Gender (16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan) di Kota Padang, Sumatera Barat.
Berkampanye dengan menyelenggarakan pameran, pasar kreatif, Performance art., penggalangan dana untuk korban kekerasan seksual, movie marathon hingga roadshow sosialisasi Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
[caption id="attachment_19763" align="aligncenter" width="532"] Puisi Bocah Itu Telah Melawan dan Kalah karya Sarah Azmi saat memperingati 16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Terhadap Perempuan di Kota Padang. Puisi itu diangkat dari kisah nyata yang dialami korban kekerasan yang dilakukan seorang ayah merudapaksa anak kandung hingga meninggal dunia di Jakarta. (foto: @tanharimage/Halonusa.com)[/caption]
Gerakan aksi kolektif menyuarakan penghapusan anti kekerasan terhadap perempuan dan anak karena masih tingginya angka kekerasan seksual, maka mendesak pengesahan Rancangan Undang undang tentang Kekerasan Seksual (kini disebut Rancangan Undang undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau RUU TPKS).
Selain itu gerakan aksi kolektif mengajak masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) untuk bersama-sama mendukung dan memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual di daerah dan mendesak presiden (pemerintah) bersama DPR RI segera mengesahkan RUU TPKS. Sebab, termuat upaya secara hukum pencegahan kekerasan seksual, perlindungan, dan pemulihan korban.
Mendukung Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dan mendesak seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia mengimplementasikan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tersebut. Kemudian memberikan kepastian perlindungan hukum terhadap korban dalam penegakan hukum berkeadilan terhadap kasus kekerasan seksual.
"Kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dengan target maksimal membidik pemerintah daerah maupun pusat dalam menyikapi persoalan, sedangkan target minimum pesan tentang anti kekerasan tersampai secara jelas kepada masyarakat, pelajar dan mahasiswa serta akademisi dan juga media massa," kata Muthia, salah seorang dalam gerakan aksi kolektif, Kamis, 25 November 2021.
Menggaungkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Sumatera Barat melibatkan sejumlah lintas organisasi, seperti WCC Nurani Perempuan, LBH Padang, Sekolah Gender, UKM PHP, Gerakan Suara Rakyat, Pemuda Lintas Agama Padang dan sejumlah organisasi intra kampus. (*)