FLOATING area eksklusif bagi kolonial Belanda serta bangsa eropa campuran kala menduduki Bandung.
Geografis Bandung menghasilkan pemandian Tjihampelas (Europa Zwembad) kelolaan Belanda, nona-nona Belanda berenang di sana kala senja berebut malam.
Kulit mereka tak lagi humus, melainkan putih, bersih. Apa mungkin ini pula yang membuat gadis-gadis Kota Bandung menjadi bersih, putih,
hingga pria sepertiku dari pulau bagian Barat Sumatera terpaut.
Baca juga: Ancaman Harimau Bonita di Rimba Riau: Biarlah Tak ke Sekolah daripada Nyawa Melayang
Ah, bukankah di sini dingin, air pegunungan mengalir bersih, kaya alam telah ada sebelum EUROPA ZWEMBAD, 1898.
Wajah Europa Zwembad kini dipermak tidak lagi dinikmati anak bergombak.
Wilayah ini sudah banyak menelan asam garam, termasuk hilangnya ficus ampelas.
Lantaran lokasi itu strategis, campur tangan pemerintah ikut jua dengan membuat jembatan beton menggantung di atas ruas Cihampelas, sebutannya.
Orang-orang menyebutnya Skywalk atau teras Cihampelas, entah dari mana pula nama itu berasal, saya pun tidak tahu.
Atau bisa saja itu transformasi masa lalu dan masa sekarang, urusan label biarlah urusan pemegang kekuasaan dan kekuatan penatua di sini.
Sembari menyulut ujung kretek melongok jejeran kendaraan berjarak seakan menunggu ritus antiokhia berbicara.
Baca juga: Sejarah Cagar Budaya Stasiun Kereta Api Singkarak di Kabupaten Solok
Setiap masa ada zamannya, setiap zaman ada masanya. Kalimat ini mungkin bisa dilekatkan dengan keadaan Cihampelas abad 21.
Pemerintah Kota Bandung mentransformasi pusat dagang gaya kuno dan modern, demi mendulang kejayaan masa silam.
Ragam rumah toko diisi pemain kecil hingga pemain skala besar, nyaris ditemukan segala produk konveksi, makanan dan minuman ala tradisional hingga ala Barat, tanpa harus berangkat ke Benua Eropa dan Amerika.
Konon berakhirnya fase Hindia Belanda dan masuknya fase Orde Baru hingga atmosfer abad ke-21, area ini terkenal sebutan ‘Jeans Street’ berkat saudagar berbilik kecil melego rivet, dikenal dengan kata jeans, medio 1987.
Rivet diperkenalkan dua lelaki pendatang yang mendiami bumi Amerika, mereka Levi Strauss dan rekanya Jacob Davis, sang penjahit ulung. Keduanya memperoleh paten dengan nama Levi Strauss dan Co, 1873.
Baca juga: Sejarah Cagar Budaya Pillbox Jepang Kampung Jawa (Legiun Veteran) di Kota Pariaman
Bekas wajah Europa Zwembad dapat dinikmati oleh siapa saja, tidak lagi bertatapan dengan bedil kolonial.
Kisanak dapat menikmati penganan khas Sunda dan penganan Eropa olahan saudara sendiri. Sebelum jembatan beton beranak tangga ini lahir, saudagar mengisi bilik-bilik gedung dagang di Cihampelas.
Tetiba kelas itu dipermak dan saudagar lama atau baru datang digeser ke jembatan beton yang dibangun 2011 sebagai konsensi kenetralan bisnis.
Baca juga: Sejarah Cagar Budaya Surau Pasar atau Masjid Raya Pariaman
Lara ini tertuang di koran-koran, tidak hanya bicara tempat tetapi bicara tentang perut, dan teras Cihampelas menjadi solusi kemanusiaan, saudagar tidak ingin memperpanjang lara meski kelas tidak lagi sama.
Menempati secara sukarela demi susu anak, biaya pendidikan yang tak lagi murah dan masker istri sebagai pelipur ketika pulang.
Sky Walk nama bekennya, memiliki sisi panjang 450 meter dan lebar 9 meter terisi ramai rupa. Kalangan usia berjalan, duduk santai, swafoto dengan figur-figur tokoh fiksi, sembari menikmati aroma wangi asap kuliner yang mengepul dari balik bofet lalu menusuk celah hidung memicu nafsu di antara kebisingan berebut malam.
Baca juga: Sejarah Cagar Budaya Rumah Mohd Hassan Saleh di Kota Pariaman
Cihampelas tidak sekadar showroom transformasi dagang kuno dan moderen, suasana alam melahirkan romantika menyegarkan. Tidak sekadar ruang untuk berbelanja atau melirik kebeningan gadis-gadis, ketampanan lelaki.
Silaturahmi membahas masa depan insani ada di sini, alam nan asri memicu romantika.
Debu jalanan mungkin tidak dapat dielakan, tetapi bicara pembalut penganan basah tidak akan engkau temui.
Lorong-lorong tersedia bak sampah, ruang penyalur sesak bila minuman energi berkelebihan dalam kantung kemih tersemir kinclong,
pijakan langkah kaki di atas keramik tidak akan engkau temui, sebegitu kerasnya merawat kebersihan di sini.
Cihampelas mungkin separuh nafas dari ekonomi Bandung, label sebagai pusat jeans masih terpatri.
Baca juga: Kisah Pilu Ulah Keganasan Harimau Bonita di Riau, Trauma Melanda Warga
Pertarungan sehat tergambar jelas, arena ini tidak hanya dimiliki para pertarung konveksi kelas besar, saudagar aksesoris, kuliner juga turut serta meramai sebelum masuk jadwal tutup.
Cihampelas mampu menghipnotis siapa saja dan terpana.
Floating area salah satu cara menghemat uang jajan, panggung sulap menggarap rupiah dan dollar saku wisatawan sebelum meninggalkan atmosfer Kota Bandung, Jawa Barat.
Ini lantaran bepergian ke luar negeri menguras tabungan. (*)
Laporan: Kariadil Harefa
Artikel ini telah terbit di tanharimage.com dan photoexs.wordpress.com