9 Film Indonesia tentang Budaya Minangkabau, Ada yang Syuting Langsung di Sumbar

×

9 Film Indonesia tentang Budaya Minangkabau, Ada yang Syuting Langsung di Sumbar

Bagikan berita
Istano Basa Pagaruyung terletak di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat yang saat ini dikenal masyarakat sebagai museum dan objek wisata. Istana Pagaruyung yang asli dibangun di atas Bukit Batu Patah. Fungsi Rumah Gadang Sebagai Manifestasi Kehi
Istano Basa Pagaruyung terletak di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat yang saat ini dikenal masyarakat sebagai museum dan objek wisata. Istana Pagaruyung yang asli dibangun di atas Bukit Batu Patah. Fungsi Rumah Gadang Sebagai Manifestasi Kehi

HALONUSA.COM - Pada artikel ini terangkum 9 film Indonesia yang menggunakan budaya Minangkabau sebagai ceritanya. Bahkan, beberapa di antaranya juga melangsungkan shooting di Sumatera Barat (Sumbar).

Beberapa lokasi Sumbar yang jadi tempat shootingnya adalah di Batipuh, Kabupaten Tanah Datar dan Bukittinggi serta Maninjau di Kabupaten Agam. Lokasi lainnya, bahkan ada yang di luar negeri.

Seperti Paris dan beberapa negara Eropa, bahkan ada yang berlokasi shooting hingga ke Papua yaitu di Serui. Daerah lainnya yaitu Jakarta, Bandung serta Bogor. Namun dalam ceritanya, tetap mengisahkan budaya Minangkabau.

Berikut Halonusa.com rangkum masing-masing sinopsis singkat beberapa film tersebut dan jenis kebudayaan Minang apa yang digunakan oleh pihak produksi, baca saja selengkapnya tulisan di bawah ini sampai selesai hingga halaman kedua ya.

9 Film Indonesia Tentang Budaya Minang

Baca juga:

1. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

[caption id="attachment_47649" align="alignnone" width="585"]Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Poster film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Foto: Istimewa)[/caption]

Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck shooting di Batipuh, Kabupaten Tanah Datar yang mengenalkan sosok Hayati atau diperankan oleh Pevita Pearce sebagai tokoh viral pada masa perilisannya sejak 19 Desember 2013 lalu.

Kisah cinta tragis Hayati dengan Zainuddin harus kandas karena Aziz, dimana salah satu penyebabnya yaitu persoalan adat dan perbedaan latar belakang sosial. Penonton bahkan, sampai mengurai airmata saat menyaksikan filmnya.

Konsep budaya Minang di Sumbar yang diterapkan pelataran ceritanya yaitu pengukuhan adat setempat hingga membuat Hayati dan Zainuddin yang saling mencintai tidak berakhir bersama sampai perpisahan di akhir hayat mereka.

Karena berlokasi secara keseluruhan di Sumbar, maka pakaian dan rumah serta beberapa tradisi khas Minangkabau cukup banyak disorot dalam visualisasinya. Ceritanya merupakan adaptasi novel berjudul sama yang sudah rilis sejak tahun 1938.

Editor : Redaksi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini