Bentuk Dukungan AJI Padang ke Maria Ressa, Jurnalis yang Dipenjara Rezim Filipina

Nonton bareng film dokumenter 'A Thousand Cuts' oleh AJI Padang. (Foto: Dok. AJI Padang)
Nonton bareng film dokumenter 'A Thousand Cuts' oleh AJI Padang. (Foto: Dok. AJI Padang)

HALONUSA.COM – Aliansi Jurnalis Independen memberikan bentuk dukungan nyata kepada Maria Ressa, Jurnalis yang dipenjara oleh rezim Filipina.

Maria Ressa dituduh melakukan penipuan dan pencemaran nama baik hingga harus mendekam selama enam tahun di penjara.

Kisahnya diangkat dalam film dokumenter bertajuk ‘A Thousand Cuts’.

Bacaan Lainnya

A Thousand Cuts merupakan film dokumenter garapan Sineas keturunan Filipina-Amerika Ramona Diaz.

Film ini mengangkat sosok Pemimpin Redaksi Portal Berita Online Rappler, Maria Ressa.

Film tersebut mengeksplorasi konflik antara pers dan pemerintah Filipina di bawah rezim Presiden Rodrigo Duterte.

Ketua AJI Padang, Aidil Ichlas mengatakan, film ini diharapkan dapat menjaga semangat para jurnalis dan aktivis dalam membela Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya.

“Sekaligus mengingatkan adanya ancaman serupa di negara kita, seperti yang terjadi di Filipina,” katanya, Jumat (5/11/2021).

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Feri Amsari melihat adanya persamaan antara Filipina dan Indonesia.

Yaitu persamaan pihak yang sedang berkuasa ingin memperpanjang kekuasaan atau masa jabatan.

Dalam film a Thousand Cuts, ini, katanya, Presiden Rodrigo Duterte tergoda untuk memperpanjang masa jabatannya lebih dari tujuh tahun.

“Di Filipina, seorang presiden hanya boleh menjabat dalam masa satu periode selama enam tahun.
Saat itulah arogansi pemerintahan mulai terasa dan cenderung anti-kritik,” ungkapnya.

Kemudian, sambungnya, Duterte mencoba membungkam media yang kritis kepada pemerintahannya, seperti membungkam media yang dipimpin Maria Ressa, Rappler.

“Ketika jurnalis sudah dibungkam, apalagi ditangkap. Maka, tidak akan ada lagi apa-apa, karena tidak ada lagi yang memberitakan,” ucapnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira Suryani.

Ia menilai kesamaan antara Filipina dengan Indonesia dalam gambaran film tersebut yaitu oligarki. Ketika seorang ayah berkuasa, anaknya atau keluarganya juga akan berkuasa.

“Seperti anak Duterte yang juga menjadi wali kota. Oligarki ini juga didukung oleh pasukan dunia maya atau buzzer pro pemerintah,” katanya.

Indira berharap masyarakat harus cerdas dan menyadari upaya penggiringan opini oleh buzzer pemerintah. (*)

Pos terkait