Menyikapi hal tersebut, Kuasa Hukum Ilham Maulana, Yul Akhyari Sastra mengatakan bahwa pihaknya tak menutup kemungkinan akan mengambil langkah praperadilan terkait status hukum yang disematkan kepada kliennya tersebut.
"Masih kami pertimbangkan untuk (praperadilan) itu, kami kaji dahulu bersama tim," kata Yul dihubungi Halonusa.com via seluler, Selasa (17/5/2022) malam.
Namun, Yul tak membeberkan pertimbangan pihaknya mengambil langkah tersebut dan menyebut bahwa pihaknya akan menjalani proses sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Kalaupun nanti tidak dilakukan praperadilan, kami akan taati proses hukum yang berlaku," katanya.
Dirinya juga angkat bicara terkait ketidakhadiran kliennya dalam proses pemeriksaan yang dijadwalkan berlangsung pada Selasa (17/5/2022).
"Kami telah menemui penyidik yang menangani kasus tersebut, kami jelaskan bahwa Ilham Maulana sedang melaksanakan tugasnya sebagai anggota legislatif ke luar daerah," ucapnya.
Yul mengeklaim bahwa kliennya akan selalu taat pada hukum dan proses yang sedang berjalan.
"Jika tak ada aral melintang, kemungkinan pemeriksaan Ilham Maulana akan dilakukan ulang pada Jumat (27/5/2022) mendatang," tuturnya.
https://halonusa.com/wakil-ketua-dprd-padang-jadi-tersangka-dugaan-kasus-korupsi-ini-kata-polisi/
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Dedy Adriansyah Putra mengatakan, penetapan status tersangka terhadap Ilham Maulana dilakukan setelah pihaknya melakukan pemeriksaan lebih dari 100 saksi.
"Ditetapkan tersangka tiga hari lalu, kami juga telah minta keterangan lebih dari 100 saksi dengan barang bukti cukup," katanya.
Seperti diketahui, Ilham Maulana yang juga merupakan Ketua DPC Partai Demokrat Kota Padang terseret dugaan kasus korupsi dana pokok pikiran (pokir).
Dalam laporannya disebutkan bahwa Ilham diduga menyelewengkan dana pokir sehingga dilakukan penyelidikan. Dirinya dilaporkan masyarakat pada April 2021 silam.
Dana pokir tahun 2020 itu dipersoalkan lantaran besaran yang diterima warga tak sesuai dengan nominal yang telah ditetapkan.
Sejatinya, masyarakat penerima mendapatkan uang Rp1,5 juta per kepala, namun beberapa di antaranya diminta mengembalikan uang sebesar Rp500 ribu. (*)