HALONUSA.COM – Penyalahgunaan ganja tidak hanya menjerat publik figur, atau tokoh masyarakat. Namun, sudah menjerat kalangan kaum proletar.
Pasalnya, di Indonesia mengonsumsi maupun penggunaan dan penjualan ganja (Cannabis sativa) atau mariyuana di Indonesia dan banyak negara merupakan hal terlarang. Walau tidak semua negara memberlakukan larangan konsumsi, penggunaan dan penjualan.
Kalau di Amerika Serikat sudah legal, adapun di Indonesia telah termaktub dalam Daftar Narkotika Golongan I di angka 8 Lampiran I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika).
Pelarangan ganja sebagai jenis narkotika golongan satu ini juga didasarkan pada Single Convention on Narcotic Drugs tahun 1961 yang ditandatangani bersama oleh bangsa-bangsa di dunia.
Baru-baru ini muncul sebuah karya dokumenter dari Anatman Picture tentang ganja yang berjudul Atas Nama Daun.
Baca Juga: Sejarah Ganja Dalam Dunia Islam, Menjadi Hal Kontroversial Dalam Syariah Jalan Menuju Tuhan
Menurut Dominique Renee Makalew sebagai produser ” Anatman Picture mencoba membuka ruang diskusi sekaligus sarana bagi semua untuk membahas tentang ganja melalui film dokumenter garapan tersebut”.
Film dokumenter Atas Nama Daun disutradarai oleh Mahatma Putra yang dibagi dalam lima bab antara lain Atas Nama Riset, Atas Nama Daun, Atas Nama Hukum, Atas Nama Cinta ,Atas Nama Hak.
Dalam setiap bab menyajikan perspektif kuat dari beberapa narasumber seperti Aristo Pangaribuan, Angki Purbandono. Dhira Narayana, Peter Dantovski, Sulistriandiatmoko. Kemudian Fidelis Arie, dan Dwi Pertiwi. Adapun narator yakni Tio Pakusadewo.
“Bertemu dengan para pembicara dalam film ini membuka mata saya bahwa masalah ganja bukan hanya masalah kenikmatan. Ada aspek sejarah, politik, hukum, medis, dan kemanusiaan yang sangat penting yang mampu menggetarkan hati mereka yang peduli,” kata Putra.
Dalam waktu 70 menit, Atas Nama Daun mengungkap kebenaran tentang tanaman yang kontroversial.
Awalnya, proyek ini dimulai sebagai eksplorasi visual tanaman dan isu sensitif yang dikaji dalam makalah penelitian akademis berjudul “Sebab dan Akibat Kriminalisasi Massal Ganja di Indonesia,” yang ditulis oleh intelektual Aristo Pangaribuan.
Selama bertahun-tahun, para kru mengikuti subjek yang hidup dan berpindah-pindah tempat dari banyak lokasi. Pascaproduksi telah selesai selama pandemi.
” film ini mewakilkan beberapa sudut pandang, yang mana masing-masing patut untuk menjadi bahan pertimbangan semua pihak untuk meninjau ulang bagaimana sebaiknya menanggapi persoalan ini”. tutup Renee
Film documenter Atas Nama Daun secara resmi tayang perdana di komunitas Akar Rumput pada 24 Maret 2022, bersamaan dengan perilisan poster dan trailer terbaru film tersebut di platform media sosial dan di YouTube Channel Anatman Pictures.
Masing Masing Bab Dokumenter Atas Nama Daun

Bab Pertama: Atas Nama Riset
Kami membedah karya ilmiah Aristo Pangaribuan, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Mahasiswa Doktoral University of Washington tentang kriminalisasi ganja di Indonesia.
Bab Kedua: Atas Nama Daun
kita akan mendengar persepsi dari Angki Purbandono, seniman berprestasi Indonesia, dan Dhira Narayana, pendiri organisasi Lingkar Ganja Nusantara.
Bab Ketiga: Atas Nama Hukum
Perbedaan pendapat antara Peter Dantovski, ketua Yayasan Sativa Nusantara, dan Kombes Sulistiandriatmoko, Mantan Kabag Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) dapat menambah referensi kita dalam berdialog mengenai topik Ganja di Indonesia.
Bab Keempat: Atas Nama Cinta
Wujud kasih sayang Fidelis kepada istrinya mengantar dirinya kepada situasi yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Bab Kelima: Atas Nama Hak
Dwi Pertiwi bercerita bagaimana kerasnya perjuangan menjadi orang tua dari anak penderita Cerebral Palsy. Bagaimana tidak, pengobatan alternatif yang dianggapnya paling baik tidak mungkin dilakukan di negara ini.
Sejauh ini film dokumenter tersebut menarik perhatian publik dan patut kita bahas untuk kemajuan bersama dalam penalaran pendidikan dan hukum, kesehatan. Sebab belum tentu hal buruk itu buruk, dan baik itu baik. Atau hanya sekadar mengamini. (*)