Ilham Maulana Praperadilankan Polisi Terkait Penetapan Status Tersangka, Kompol Dedy: Biarkan Saja

Ilham Maulana Praperadilankan Polisi Terkait Penetapan Status Tersangka, Kompol Dedy: Biarkan Saja
Ilustrasi gugatan. (Foto: Dok. Istimewa)
HALONUSA.COM - Kepala Satuan (Kasat) Reserse Kriminal (Reskrim) Polresta Padang, Kompol Dedy Adriansyah Putra menanggapi santai pihaknya digugat oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padang, Ilham Maulana terkait penetapan status tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi (tipikor).

Bahkan, kata Dedy, pihaknya tetap fokus kepada proses penyidikan kasus yang menjerat politisi Partai Demokrat tersebut.

"Sah-sah saja (Praperadilan), hak yang bersangkutan, biarkan saja, kami fokus kepada proses penyidikan," kata Dedy kepada Halonusa.com, Jumat (27/5/2022).

Disinggung terkait dengan kemungkinan jemput paksa terhadap Ilham Maulana, pihaknya masih menunggu keputusan dari penyidik.

"Masih menunggu penyidik," katanya.

Baca juga: Ilham Maulana Mangkir Lagi dari Panggilan Polisi, Praperadilankan Status Tersangka dan Tunjuk Pengacara Lain

Sebelumnya, Ilham Maulana kembali mangkir dari pemeriksaan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan tipikor.

Bahkan, dirinya malah mempraperadilankan Polresta Padang terkait penetapan status tersangka yang diterimanya hingga menunjuk Imra Leri dan rekan sebagai kuasa hukum untuk gugatan tersebut.

"Iya benar, kami diberi kuasa oleh Ilham Maulana untuk gugatan Praperadilan tersebut, sudah masuk tadi di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Padang," kata Imra.

Imra mengatakan, pihaknya hanya fokus kepada penetapan status tersangka Ilham Maulana sebagai tersangka dalam dugaan kasus tipikor yang dialami kliennya tersebut.

"Kami tim pengacara tidak menangani perkara pokok, kami hanya menangani perkara Praperadilan itu saja," katanya.

Sementara itu, Kuasa Hukum yang menangani kasus yang menjerat Ilham Maulana, yakni Yul Akhyari Sastra tidak menampik dirinya menolak untuk ikut dalam gugatan Praperadilan yang diajukan Ilham Maulana.

"Walaupun saya diminta, saya punya hak menolak, karena saya sudah berkomitmen untuk mengikuti proses hukum yang sedang berjalan," katanya.

Baca juga: Wakil Ketua DPRD Padang jadi Tersangka Dugaan Kasus Korupsi, Ini Kata Polisi

Sejatinya, kata Yul, dirinya telah mengirimkan surat permohonan maaf kepada penyidik, dalam hal ini Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Dedy Adriansyah Putra bahwa dirinya tak bisa membawa Ilham Maulana hingga jadwal pemeriksaan yang telah ditetapkan.

"Karena yang bersangkutan melayangkan gugatan Praperadilan, sebagai orang yang taat aturan, saya ikuti proses, dan Ilham Maulana sendiri tak berkenan diperiksa polisi sampai keputusan penetapan tersangkanya diputuskan di Pengadilan," katanya.

"Dia berhak untuk tidak hadir, karena beliau diperiksa sebagai tersangka, sementara yang dipersoalkan status tersangkanya itu," sambung Yul.

Baca juga: Buntut Dugaan Korupsi, Ilham Maulana Diberhentikan Sementara dari Ketua Demokrat Padang, Ini Penjelasannya

Yul Akhyari Sastra mengaku sudah menyarankan kliennya untuk mengikuti proses hukum yang sudah berjalan cukup lama serta agar cepat selesai.

"Biar jelas hitam di atas putih, apakah bersalah atau tidak, untuk itu saya menyarankan ikut proses hukum. mungkin karena posisinya sebagai Wakil Ketua DPRD Padang dan Ketua Demokrat Padang, maka dia cari pengacara lain, (gugatan praperadilan), itu yang terjadi," ungkapnya.

Meski demikian, Yul mengeklaim masih menjadi pengacara dari Ilham Maulana dalam kasus Tipikor.

"Khusus dalam tipikornya saja, saya tetap sebagai pengacara, di Praperadilan tidak, walaupun saya diminta," tuturnya.

Seperti diketahui, Ilham Maulana terseret dugaan kasus korupsi dana pokok pikiran (pokir).

Dalam laporannya disebutkan bahwa Ilham diduga menyelewengkan dana pokir sehingga dilakukan penyelidikan. Dirinya dilaporkan masyarakat pada April 2021 silam.

Dana pokir tahun 2020 itu dipersoalkan lantaran besaran yang diterima warga tak sesuai dengan nominal yang telah ditetapkan.

Sejatinya, masyarakat penerima mendapatkan uang Rp1,5 juta per kepala, namun beberapa di antaranya diminta mengembalikan uang sebesar Rp500 ribu per kepala. (*)

Berita Lainnya

Index