Kasus Dugaan Korupsi Satelit, Kejagung: Diduga Ada Keterlibatan TNI

Kasus Dugaan Korupsi Satelit, Kejagung: Diduga Ada Keterlibatan TNI
Kajagung
HALONUSA.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa ada dua unsur yang terlibat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur periode 2015- 2021.

"Setelah dilakukan gelar perkara, terdapat dua unsur tindak pidana korupsi dan diduga ada keterlibatan dari unsur TNI dan unsur sipil," kata Jaksa Agung, Baharuddin, Senin (14/02/2022).

Ia mengatakan, untuk menangani kasus tersebut, pihaknya membentuk tim khusus yang diberi nama tim penyidik koneksitas.

"Sehingga para peserta dalam gelar perkara sepakat untuk mengusulkan penanganan perkara ini ditangani secara koneksitas," lanjutnya.

Ia menegaskan, sesuai dengan pasal 39 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jaksa Agung mengkordinasikan dan mengendalikan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama- sama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer.

"Hari ini saya memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer untuk segera melakukan kordinasi dengan POM TNI dan Babinkum TNI untuk membentuk tim penyidik koneksitas perkara tersebut, dan diharapkan tim penyidik koneksitas segera dapat menetapkan tersangka," tegasnya.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Militer (JAM Pidmil) Laksda TNI Anwar Saadi menyatakan, pihaknya akan berkordinasi dengan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus yang telah melakukan penyidikan dari awal kasus tersebut.

Menurutnya, tim penyidik koneksitas nantinya akan terdiri dari penyidik Polisi Militer dalam hal ini POM TNI dan Oditur Militer.

"Kaitanya dengan pelaksanaan penyidikan, karena sudah ada dalam satu wadah yaitu penyidik tim koneksitas maka dilaksanakan bersama- sama sesuai dengan ketentuan dan kewenangan masing- masing," katanya.

Kasus ini berawal ketika Kemenhan melaksanakan proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur periode 2015- 2021.

Proyek ini merupakan bagian dari program satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) di Kemenhan. Kontrak dilakukan dengan pihak Airbus dan perusahaan Navajo lalu dilakukan penyewaan berupa mobile satellite service, drone segmen dan pendukungnya.

Namun dalam proses tersebut telah ditemukan adanya beberapa perbuatan melawan hukum yaitu salah satunya bahwa proyek ini tidak direncanakan dengan baik.

Bahkan saat kontrak dilakukan ini anggaranya pun belum tersedia dalam DIPA Kemenhan di tahun 2015.

Kasus ini mengakibatkan Pemerintah Indonesia digugat di London Court of International Arbitration atau pengadilan arbitrase internasional oleh PT Avanti Communication Limited.

Putusan gugatan tersebut menjatuhkan hukuman kepada pemerintah Indonesia untuk membayar sewa satelit Artemis yang jumlahnya mencapai senilai Rp515 miliar.

Pemerintah Indonesia juga menerima putusan serupa dari pengadilan arbitrase Singapura untuk membayar 20,9 juta dolar AS atau setara Rp304 miliar kepada Navayo.

Potensi kerugian negara ini masih bisa bertambah jika pihak lain yang dirugikan turut menggugat Indonesia ke pengadilan arbitrase.

Berita Lainnya

Index