Kenapa Kenapa Masjid Raya Sumatera Barat Tidak Ada Kubah?
[caption id="attachment_45830" align="alignnone" width="1600"] Desain bergonjong Masjid Raya Sumatera Barat tanpa Kubah (foto: Fathia/Halonusa)[/caption] Masjid Raya Sumatera Barat menggunakan arsitektur karya tim yang diketuai arsitek Rizal Muslimin, dengan anggota Muh. Yuliansyah, Ropik Adnan, dan Irvan P. Darwis. Rizal mengaku bahwa dirinya sudah sangat lama menyukai interior gonjong Rumah Gadang dan kemudian mengimplementasikan hal tersebut pada karyanya, menjadi sebuah Masjid. Rizal adalah arsitek dari kantor konsultan arsitektur Urbane yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Saat itu, ide tersebut sempat dapat pertentangan dari Ketua DPRD Leonardy Harmainy. Melansir Wikipedia, pembangunannya tetap dilakukan usai gempa bumi di Sumatera Barat (Sumbar) pada 13 September 2007, dimana Gubernur Gamawan Fauzi langsung meletakkan batu pertama sejak 21 Desember 2007. Meskipun tidak memiliki Kubah, Masjid Raya Sumatera Barat berhasil menonjolkan aksitektur modern yang tetap memiliki identitas khas yaitu gonjong rumah gadang khas adat Minang. Keunikan tersebut, bahkan terdaftar jadi salah satu desain terbaik di dunia hingga peroleh Penghargaan Abdullatif Al Fozan untuk Arsitektur Masjid siklus ke 3 periode 2017-2020.Keberadaan Kubah Pada Masjid?
Beberapa pendapat terkait keharusan Masjid menggunakan Kubah, ternyata tidak ada literasi pendukungnya karena jaman Rasulullah SAW saja, bangunan masjid sangat sederhana. Desainnya hanya berbentuk segi empat dan dinding untuk pembatas di sekelilingnya, seperti yang dikisahkan oleh arsitektur terkemuka, Prof K Cresswell, dalam Early Muslim Architecture. Kubah Masjid mulai dipergunakan pasca era Rasulullah SAW, tepatnya setelah Qubbat A-Sakhrah berdiri di Yerusalem. Di Indonesia, pengenalan kubah baru dilakukan pada akhir abad ke-19. Kemudian mulai abad 20an, berbagai pembangunan Masjid nusantara pun mulai menggunakan arsitektur kubah. Bahkan, terjadinya keseragaman berkesinambungan dari waktu ke waktu. Menanggapi hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun memberi pendapat yang diwakili oleh Wakil Ketua MUI, Zainut Tauhid Sa’ad dan menyebut bahwa keberadaan kubah hanya sebagai penghias Masjid. "Dalam Islam tidak terdapat aturan masjid harus dibangun dengan seragam. Desain dari masjid dapat dipengaruhi oleh tradisi maupun budaya di suatu daerah," ujar Zainut yang dikutip dari portal Masjid Nusantara. Hal tersebut sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang di riwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallhuanhu:مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ لبيضها بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ
Artinya: Barangsiapa membangun masjid karena Allâh walaupun hanya seukuran lubang tempat burung bertelur, maka Allâh bangunkan baginya (rumah) di surga. Berikutnya pada 2017, Ridwan Kamil juga membagikan suatu pengetahuan pada laman Facebooknya terkait pendapatnya tentang Kubah Masjid. "Kubah itu dulu teorinya utk kebutuhan akustik ruangan besar, jaman belum ada sound system dan listrik. Jadi kubah disini juga pilihan, kata siapa masjid harus berkubah? itu hanya kecocokan sosial. Arsitektur kubah itu pilihan bukan kewajiban," tulisnya pada 20 Mei 2017 di Facebook. (*) Editor : Redaksi