Salah seorang saksi menuturkan kesaksiannya saat detik-detik gempa dahsyat itu terjadi.
Dilansir dari TRT World, Salah seorang saksi Tulin Akkaya menceritakan detik-detik peristiwa gempa itu terjadi.
[caption id="attachment_44705" align="alignnone" width="650"]

Ia baru saja terbangun oleh gempa bumi terbesar yang melanda Turki.
Menurutnya ini adalah gempa terbesar dalam hampir satu abad terakhir. Pada guncangan kedua, dia bergegas menyelamatkan diri.
Akkaya sedang mencoba mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya ketika sentakan kedua mengguncang rumah dan membuatnya bergegas keluar.
"Saya sangat takut. Saya merasakan (gempa susulan) sangat kuat karena saya tinggal di lantai paling atas," katanya.
"Kami bergegas keluar dengan panik. Itu hampir sama dengan gempa pagi. Saya tidak bisa kembali ke apartemen saya sekarang, saya tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya," lanjutnya.
Selain itu, saksi lainnya Halis Aktemur juga sedang mencari seseorang untuk diselamatkan kembali di Diyarbakir. Pria berusia 35 tahun itu termasuk yang pertama tiba di lokasi gedung besar pertama yang runtuh.
"Kami berhasil menyelamatkan tiga orang, tapi dua tewas," kenang Aktemur.
"Setelah gempa kedua, saya tidak bisa pergi kemana-mana. Saya pikir mereka akan membutuhkan bantuan saya lagi." sambungnya.
Guncangan kedua terjadi tepat ketika para penyintas mulai berjalan kembali ke apartemen untuk mengambil barang-barang yang dapat membantu mereka bertahan di malam yang dingin.
Guncangan tanpa henti membuat bangunan yang rusak runtuh di Diyarbakir dan kota-kota terdekat seperti Kahramanmaras.
"Karena saya tinggal di zona gempa, saya terbiasa terguncang," kata jurnalis Melisa Salman yang tinggal di Kahramanmaras.
"Tapi itu pertama kalinya kami mengalami hal seperti itu, kami pikir itu adalah kiamat." sambungya.
Korban gempa Turki lainnya, Erdal Bay menuturkan hal serupa. Ia masih tidur, bergelung dengan selimut hangat saat gempa bumi mengguncang dengan hebat.
"Saya pikir garis antara hidup dan mati sudah tipis sekarang, dan semuanya akan berakhir. Saya memikirkan keselamatan keluarga saya," kata Bay, seorang profesor di Universitas Gaziantep.
Ia telah menetap di Gaziantep selama belasan tahu. Bay mengatakan segera meninggalkan rumah saat gempa terjadi. Bangunan rumahnya tidak rusak, namun perabotan terguncang dan berserakan akibat gempa Turki.
Dia ingat keluar dari gedungnya dan melihat semua orang ketakutan dan ketakutan.
“Saya mencoba membawa anak-anak saya ke tempat yang aman. Ibuku sudah tua. Kami meninggalkan gedung setelah gempa pertama.”
Bay, yang membagikan ceritanya dengan Anadolu Agency melalui WhatsApp dan pesan teks, mencoba meninggalkan Gaziantep dengan mobil.
“Kami sedang berada di kendaraan kami sekarang. Banyak orang di dalam mobil. Ada kekacauan dan lalu lintas di mana-mana.”
Dia mengatakan gempa hari Senin adalah yang paling kuat yang pernah dia rasakan dalam hidupnya.
“Ini adalah gempa yang sangat kuat. Saya pernah mengalami gempa bumi yang berbeda sebelumnya tetapi belum pernah merasakan gempa yang berlangsung selama ini.”
Profesor itu mengatakan dia yakin gempa hari Senin juga mengungkap betapa tidak siapnya dia menghadapi keadaan darurat seperti itu.
“Semua orang meninggalkan rumah tanpa persiapan. Kami tidak punya tas darurat, tidak ada kesadaran bahwa kami tidak boleh menggunakan lift,” ujarnya.
Setidaknya 3.800 orang tewas dan ribuan lainnya luka-luka akibat gempa besar di Turki dan Suriah pada Senin, 6 Februari 2023. (*)