Mangkir Diperiksa dalam Kasus Dugaan Korupsi hingga Gugat Polisi, Ilham Maulana Berpotensi Ditangkap Paksa

Mangkir Diperiksa dalam Kasus Dugaan Korupsi hingga Gugat Polisi, Ilham Maulana Berpotensi Ditangkap Paksa
Wakil Ketua DPRD Padang, Ilham Maulana. (Foto: Dok. Istimewa)
HALONUSA.COM - Wakil Ketua DPRD Kota Padang, Ilham Maulana berpotensi dijemput paksa polisi dalam kasus dugaan korupsi dana pokok pikiran (pokir) tahun anggaran 2020.

Peluang untuk menjemput paksa politisi Partai Demokrat itu dibenarkan oleh Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Dedy Adriansyah Putra.

"Bisa saja (dijemput paksa)," kata Dedy dihubungi Halonusa.com, Senin (20/6/2022).

Menurut Dedy, pihaknya tak mempersiapkan apapun dalam rencana penangkapan paksa terhadap Ilham Maulana.

"Tidak ada yang spesial. Kami berjalan sesuai SOP yang ada saja, kami lihat perkembangannya ke depan," ucapnya.

Sebelumnya, polisi telah menetapkan Ilham Maulana sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana pokok pikiran (pokir) tahun anggaran 2020.

Baca juga: Gugatan Ilham Maulana Ditolak Hakim, Sebut Penetapan Tersangka Dirinya oleh Polresta Padang Sudah Sesuai

Penetapan tersebut berdasarkan surat panggilan nomor S.Pgl/266/V/2022/Reskrim tanggal 9 Mei 2022.

"Sudah (berstatus) tersangka tiga hari lalu, kami juga telah minta keterangan lebih dari 100 saksi dengan barang bukti cukup," Kompol Dedy.

Dedy mengatakan, pihaknya telah melayangkan beberapa kali panggilan kepada Ilham Maulana melalui penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polresta Padang.

Namun, bukannya memenuhi panggilan penyidik, Ilham justru mempraperadilankan polisi terkait status tersangka yang ditetapkan kepada dirinya, meski akhirnya gugatannya ditolak hakim.

Baca juga: Ilham Maulana Praperadilankan Polisi Terkait Penetapan Status Tersangka, Kompol Dedy: Biarkan Saja

Ilham diduga menyelewengkan dana pokir sehingga dilakukan penyelidikan. Dirinya dilaporkan masyarakat pada April 2021 silam.

Dana pokir tahun 2020 itu dipersoalkan lantaran besaran yang diterima warga tak sesuai dengan nominal yang telah ditetapkan.

Sejatinya, masyarakat penerima mendapatkan uang Rp1,5 juta per kepala, namun beberapa di antaranya diminta mengembalikan uang sebesar Rp500 ribu. (*)

Berita Lainnya

Index