Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda membebarkan, para pelaku kasus cabul atau rudapaksa terhadap korban yang masih berusia 5 dan 7 tahun itu bukan hanya anggota keluarga korban.
"Kami juga sedang memburu pelaku lainnya," kata Kompol Rico Fernanda.
Dua pelaku lainnya merupakan tetangga termasuk tetangga korban. Mereka A dan U.
"Kami sudah kantongi identitas mereka dan sekarang sedang dalam pencarian," kata Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda kepada Halonusa.com, Rabu (17/11/2021).
Sambungnya, tindakan asusila ini, sangat di luar nalar dan sekarang keempat pelaku telah berada dalam sel untuk menjalani proses hukum.
Lampui Sifat Binatang, Warning Bagi Keluarga Lainnya
Sosiolog Universitas Negeri Padang (UNP), Erian Joni mengecam aksi rudapaksa yang dilakukan oleh satu keluarga dan tetangga terhadap bocah di bawah umur.
Erian bahkan menyebut perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku melampaui sifat kebinatangan.
"Sebuah gejala bahwa keluarga kita sudah masuk ambang krisis moral dan kehilangan identitas, kehilangan hati nurani dan dikendalikan nafsu bejat, melampaui sifat kebinatangan," katanya ditemui Halonusa.com, Rabu (17/11/2021).
Dia menilai, ikatan dan kesatuan sosial di dalam sebuah keluarga telah sakit dan runtuh atau berada dalam posisi patologis.
"Ini secara sosiologis termasuk pada kejahatan seks incest dimana korban dan pelakunya memiliki pertalian darah," ungkapnya.
Perbuatan tersebut, katanya juga dikenal dengan konsep Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh orang-orang terdekat dan juga kasus kejahatan pada anak di umur berupa pemerkosaan.
"Artinya kejahatan yang dijerat dengan pasal berlapis karena bersentuhan dengan beberapa peraturan di antaranya Undang-undang (UU) nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT," ungkapnya.
Peristiwa tersebut, kata Erian bisa dijadikan sebuah warning bagi anggota keluarga, untuk mewaspadai potensi kejahatan seksual oleh orang-orang terdekat termasuk orang tua.
"Selain itu aksi predator anak ini, menambah catatan kelam tentang rentetan kasus demi kasus kejahatan seksual yang dunia sosial dalam satu tahun terakhir ini," katanya.
"Di samping itu kasus ini termasuk kasus pemerkosaan yang langka, karena dilakukan oleh anggota keluarga yang seharusnya tempat memberikan perlindungan justru sebaliknya, malah menjadi pelaku," sambungnya.
Peristiwa tersebut, katanya, sulit dipecahkan lagi oleh perspektif normatif karena masuk klasifikasi realitas anomie atau ketiadaan norma) dalam masyarakat.
"Perlu sanksi yang menjerakan pelaku. Kemudian ketahanan keluarga melalui fungsi proteksi dengan pengawasan anak termasuk oleh orang terdekat yang diindikasikan bisa melakukan hal menyimpang secara seksual," ucapnya.
Menurutnya, ada asumsi kesulitan orang secara ekonomi dan tekanan hidup yang berat, memicu orang mencari kesenangan secara seksual.
"Sehingga sasarannya juga orang terdekat, karena tidak memerlukan pengorbanan berupa uang, seperti yang dilakukan bersama Pekerja Seks Komersial (PSK), pacar, selingkuhan dan sebagainya," tuturnya. (*)