Salah satu korban dalam peristiwa tersebut yakni tim relawan kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) bernama Abeer Zayyad.
Abeer menerima sejumlah pukulan dari pasukan Israel hingga membuatnya terluka dan mengalami syok. Padahal, saat itu Abeer tidak bersenjata, tidak memprovokasi, dan tanpa perlawanan.
"Mereka memukul saya ketika sedang tidak bersama dengan tim," ungkapnya.
Sebelum kejadian itu, dirinya sedang berkoordinasi dengan tim Medis ACT untuk merawat warga Palestina yang terluka akibat serangan zionis Israel.
Akibat kekerasan dari zionis Israel tersebut, Abeer harus dirawat tim medis dan saat ini tengah menjalani pemulihan di kediamannya.
Sementara itu, Tim Global Humanity Network-ACT di Indonesia, Andi Noor menyebut zionis Israel tidak pernah pandang bulu dalam melakukan serangan. "Bahkan ke para wanita seperti Sister Abeer," katanya.
Selain Abeer, ucapnya, anggota tim Medis ACT juga mendapat tindakan represif dari pasukan Israel yang mencegah tim ACT menolong para korban.
Bahkan, salah satu tim dilaporkan terluka cukup parah usai ditembak dengan peluru besi berlapis karet oleh pasukan Israel.
Sebelum kejadian penyerangan, tim Medis ACT telah siaga di sekitar Masjid Al-Aqsa satu hari sebelum pawai bendera berlangsung.
Tim ACT juga membagikan pamflet ke warga untuk layanan medis dari Klinik Indonesia di Palestina hingga layanan antar jemput ke fasilitas kesehatan.
Bukan hanya di Yerusalem, tim Medis ACT juga berjaga di wilayah Gaza. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi meluasnya serangan Israel ke wilayah Gaza seperti yang terjadi pada pawai bendera tahun lalu.
ACT juga telah mengerahkan seluruh ambulans untuk memberikan layanan medis terbaik.
Armada kemanusiaan dari Indonesia itu tersebar di beberapa rumah sakit, antara lain Rumah Sakit Al- Awda, Rumah Sakit Al Shifa, dan sejumlah lokasi lainnya. (*)