Sejarah Cagar Budaya Stasiun Kereta Api Limbanang di Kabupaten Limapuluh Kota

×

Sejarah Cagar Budaya Stasiun Kereta Api Limbanang di Kabupaten Limapuluh Kota

Bagikan berita
Sejarah Cagar Budaya Stasiun Kereta Api Limbanang di Kabupaten Limapuluh Kota (FOTO: BPCB Sumbar)|Sejarah Cagar Budaya Stasiun Kereta Api Limbanang di Kabupaten Limapuluh Kota (FOTO: BPCB Sumbar)|Sejarah Cagar Budaya Stasiun Kereta Api Limbanang di Kabupa
Sejarah Cagar Budaya Stasiun Kereta Api Limbanang di Kabupaten Limapuluh Kota (FOTO: BPCB Sumbar)|Sejarah Cagar Budaya Stasiun Kereta Api Limbanang di Kabupaten Limapuluh Kota (FOTO: BPCB Sumbar)|Sejarah Cagar Budaya Stasiun Kereta Api Limbanang di Kabupa

Dokter yang bertugas di sana pada kurun 1914-1915 di datangkan dari Austria.

Mangani merupakan pesona berkilau di sepanjang equator (khatulistiwa) yang menghadirkan emas dan perak.

Atas usulan Willem de Haan (mungkin) dan atas desakan dari pemegang saham Mijnbouw Maatschappij Aequator pada pemerintah hindia Belandalah, jalur kereta api itu dibuka.

Sebagian besar biaya pembangunan rel kereta api sepanjang 20 km itu (mungkin) diperoleh dari perusahaan tambang Mijnbouw Maatschappij Aequator ini.

Jalur kereta itu juga diproyeksikan untuk mengangkut seluruh perlengkapan dan kebutuhan hidup yang di datangkan dengan kapal dari Emmahaven (pelabuhan Teluk Bayur).

Suplier kebutuhan tesebut adalah Firma milik pria Tionghoa yang juga berada di dalam ruangan tunggu stasion overweg Payakumbuh itu.

Di sudut lain, pria Tionghoa yang tadi berbincang-bincang dengan istrinya tampak ditemani oleh dua orang Tionghoa lainnya.

Pria itu adalah Goan Tjoan Ge pemilik Firma Goan Soen Hin.

Dua temannya adalah Tjoa Kong Bie pemilik Tjoa SP perusahaan tembakau dan gambir terbesar di Payakumbuh dan Tjoei Lay Njo pemilik Firma Tjong Hin & Co.

Deskripsi Arkeologis

Editor : Redaksi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini