Unjuk rasa yang digelar pada Kamis (19/5/2022) siang tersebut diketahui dilakukan oleh perwakilan warga Parit Malintang, Kabupaten Padang Pariaman.
Kuasa Hukum perwakilan masyarakat, Adrizal meminta transparansi pengadilan dalam mengawal kasus yang menjerat sejumlah masyarakat untuk duduk di pengadilan.
"Dari 13 orang terdakwa, delapan orang merupakan korban dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)," katanya.
Dirinya berharap hakim cerdas menelaah dalam mengkaji kasus tersebut.
"Karena sangat disayangkan warganya yang awalnya adalah korban pelanggaran HAM malah sekarang menjadi tersangka kasus (ganti rugi) tersebut," katanya.
Menurutnya, kasus ganti rugi lahan tol tersebut tak bisa lepas dari pengalihan status lahan milik warga dari tanah kaum menjadi lahan nagari.
Lahan tersebut akhirnya diperuntukkan untuk pengembangan kawasan pusat pemerintahan Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2007 silam.
Pada saat itu, katanya, diduga terjadi pelanggaran HAM kepada masyarakat.
Jika masyarakat tidak mau mengalihkan status lahannya maka akan terjadi pengucilan secara adat.
"Ini telah kami laporkan ke instansi pemerintahan pada saat itu, tetapi tidak ditanggapi," ungkapnya.
https://halonusa.com/sidang-perdana-kasus-ganti-rugi-lahan-tol-padang-pekanbaru-terdakwa-ajukan-eksepsi/
Di lain sisi, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Kelas IA Padang, menjatuhkan putusan sela, terhadap kasus dugaan korupsi ganti rugi lahan tol Padang-Pekan Baru yang berlokasi di Taman Kehati Padang Pariaman.
Kasus itu menyeret 13 orang terdakwa. Dalam sidang tersebut, majelis hakim menolak seluruh eksepsi Penasehat Hukum (PH) terdakwa dengan alasan telah masuk pada pokok perkara.
"Menolak nota keberatan (eksepsi) PH terdakwa, sehingga tidak dapat diterima," kata Hakim Ketua, Rinaldi Triandoko didampingi Juandra, Dadi Suryadi, Emria, dan Hendri Joni.
Usai pembacaan putusan sela, majelis hakim pun menunda sidang pada 27 Mei mendatang.
Sidang yang digelar sekitar pukul 11.00 WIB hingga siang itu dilaksanakan secara terbuka untuk umum. Selain itu, sidang dilaksanakan secara virtual.
Khusus untuk terdakwa YW, dilaksanakan secara tatap muka, karena terdakwa sedang sakit.
Terdakwa YW tampak menjalani sidang dengan menggunakan kursi roda, dengan didampingi kuasa hukumnya, Azimar Nursu'ud dan Daniel Jusari.
Azimar mengatakan bahwa pihaknya menunggu pembuktian dari kejaksaan.
"Nantinya Jaksa Penuntut Umum (JPU), akan menghadirkan bukti bukti dan saksi saksi. Kami juga akan melakukan pembuktian juga yang diajukan ke persidangan," ucapnya.
Sementara itu, PH terdakwa Khaidir, yakninya Putri Deyesi Rizki menyebutkan, tidak mempermasalahkan eksepsi kliennya ditolaknya.
"Kami ingin kepastian hukum dan melalui berbagai proses hukum. Dalam hal ini jelas bahwa masyarakat dirugikan, saya mendukung masyarakat berunjuk rasa," tuturnya.
Seperti diketahui, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar menyebut sebanyak 13 tersangka kasus ganti rugi lahan tol di Kabupaten Padang Pariaman.
Dari jumlah sebanyak itu, tersangka ada yang bertugas sebagai perangkat pemerintahan Nagari Parit Malintang berinisial SS dan SA.
Kemudian, YW, oknum aparatur di Pemkab Padang Pariaman dan J, RN, US. Tiga inisial terakhir merupakan anggota Pelaksanaan Pengadaan Tanah (P2T) Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Selanjutnya, masyarakat penerima ganti rugi berinisial BK, NR, SP, KD, AH, SY, dan RF.
Dugaan korupsi ini berawal dari pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru seksi Padang Sicincin.
Saat itu, lahan yang dibebaskan dan diganti rugi adalah lahan Keanekaragaman Hayati (Kehati) yang masuk dalam kawasan pusat pemerintahan Kabupaten Padang Pariaman di Parit Malintang.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumbar, Suyanto mengungkapkan, pihaknya mendapatkan bukti penerimaan kuitansi masyarakat dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Kejadian bermula pada tahun 2007 silam di saat pemekaran Ibu Kota Kabupaten Parit Malintang atas permintaan masyarakat dan ditindaklanjuti daerah untuk pembebasan lahan.
Mengingat lokasi tersebut berada di tanah ulayat, maka dilakukan ganti rugi beserta lahan hidup masyarakat setempat melalui Kerapatan Adat Nagari (KAN).
"Sumber dana penggantian berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Padang Pariaman dan telah selesai tahun 2011," ungkapnya.
Suyanto menjelaskan, Taman Kehati masuk ke dalam objek ganti rugi dan sudah dibebaskan Pemkab Padang Pariaman dan menjadi aset pemerintah.
Bahkan, pada tahun 2014 lalu, Taman Kehati sempat menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Kementerian terkait.
"Tahun 2018 hingga 2019 Taman Kehati masuk ke dalam trase jalan tol. Namun, masyarakat yang sudah menerima ganti tanam dan tumbuhan juga menerima ganti rugi pembebasan lahan tol," katanya.
Masyarakat tersebut, sambung Suyanto, dibantu sejumlah pihak, mulai dari unsur Nagari, Pemkab hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Yang jelas kami usut kemana saja aliran dana ganti rugi ini," imbuhnya. (*)