Dalam sidang tersebut, terdapat sembilan orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang berasal dari JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Pariaman dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat (Sumbar).
Di antaranya dipimpin oleh Rinaldi Triandoko didampingi Juandra, Dadi Suryadi, Emria Syafitri dan Hendri Joni.
Usai sidang, para terdakwa yang didampingi Penasehat Hukum (PH) mengajukan keberatan terhadap dakwaan atau eksepsi sehingga sidang dilanjutkan pada pekan depan.
Kasi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Pariaman, Yandi Mustiqa menjelaskan, pengadaan jalan tol yang berada di Taman Kehati, Kabupaten Padang Pariaman sudah dilakukan penyerahan lahan masyarakat kepada pemerintah setempat tahun 2009.
Lahan tersebut juga sudah dimasukkan ke dalam aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Padang Pariaman.
"Selanjutnya, penyerahan lahan dilakukan secara suka rela dan telah diganti tanaman dan bangunan," katanya.
Hal tersebut, katanya, juga sudah dicatat keaset Pemkab Padang Pariaman serta telah diurus proses sertifikatnya. Bahkan peta bidang juga sudah ke luar dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Padang Pariaman.
Ketika proses pengadaan tol dimulai tahun 2019, terbentuklah tim A dan B. Kemudian, dibuat alas hak baru pada masyarakat. Padahal sudah diberi tahu kalau sudah diganti rugi oleh pihak Pemkab Padang Pariaman.
Namun terdakwa dalam pengadaan ganti rugi lahan tol kembali membuat alas hak, pada hal sudah diganti oleh Pemkab.
Sehingga negara membayar lagi kemasyarakat dengan membuat alas hak baru. Dari rangkaian tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp27 miliar.
"Hal ini berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Jadi intinya, ganti rugi sudah dilakukan dua kali," katanya.
Baca juga: Masih Ingat Kasus Uang Penggantian Lahan Tol Padang-Pekanbaru? Ini Kabar Terbarunya
Baca juga: Gratis! Tol Padang-Pekanbaru Seksi 6 Dibuka untuk Umum saat Mudik Lebaran
Seperti diketahui, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar menyebut sebanyak 13 tersangka kasus ganti rugi lahan tol di Kabupaten Padang Pariaman.
Dari jumlah sebanyak itu, tersangka ada yang bertugas sebagai perangkat pemerintahan Nagari Parit Malintang berinisial SS dan SA.
Kemudian, YW, oknum aparatur di Pemkab Padang Pariaman dan J, RN, US. Tiga inisial terakhir merupakan anggota Pelaksanaan Pengadaan Tanah (P2T) Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Selanjutnya, masyarakat penerima ganti rugi berinisial BK, NR, SP, KD, AH, SY, dan RF.
Dugaan korupsi ini berawal dari pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru seksi Padang Sicincin.
Saat itu, lahan yang dibebaskan dan diganti rugi adalah lahan Keanekaragaman Hayati (Kehati) yang masuk dalam kawasan pusat pemerintahan Kabupaten Padang Pariaman di Parit Malintang.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumbar, Suyanto mengungkapkan, pihaknya mendapatkan bukti penerimaan kuitansi masyarakat dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Untuk penghitungan pasti atas kerugian negara sedang pihaknya sedang minta ke BPKP Sumbar.
"Uang itu diterima oleh masyarakat yang tak berhak," katanya.
Kejadian bermula pada tahun 2007 silam di saat pemekaran Ibu Kota Kabupaten Parit Malintang atas permintaan masyarakat dan ditindaklanjuti daerah untuk pembebasan lahan.
Mengingat lokasi tersebut berada di tanah ulayat, maka dilakukan ganti rugi beserta lahan hidup masyarakat setempat melalui Kerapatan Adat Nagari (KAN).
"Sumber dana penggantian berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Padang Pariaman dan telah selesai tahun 2011," ungkapnya.
Suyanto menjelaskan, Taman Kehati masuk ke dalam objek ganti rugi dan sudah dibebaskan Pemkab Padang Pariaman dan menjadi aset pemerintah.
Bahkan, pada tahun 2014 lalu, Taman Kehati sempat menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Kementerian terkait.
"Tahun 2018 hingga 2019 Taman Kehati masuk ke dalam trase jalan tol. Namun, masyarakat yang sudah menerima ganti tanam dan tumbuhan juga menerima ganti rugi pembebasan lahan tol," katanya.
Masyarakat tersebut, sambung Suyanto, dibantu sejumlah pihak, mulai dari unsur Nagari, Pemkab hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Yang jelas kami usut kemana saja aliran dana ganti rugi ini, kami fokus ke sana, bukan ke pembangunan jalan tol-nya," tuturnya. (*)